Jumat, 12 Juni 2009

Mencetak Dai Lewat Layar Televisi (ramadhan 2005)


Ajang pencarian bakat juga merambah ke urusan dakwah. Tiga stasiun teve berlomba mencari calon-calon dai. Akankah mereka kelak bisa menggantikan Aa Gym atau Jeffry Al Buchori?

Pildacil Bikin Kagum & Haru
Pildacil alias Pemilihan Dai Cilik kini menjadi salah satu acara andalan Lativi. Ya, acara yang diputar menjelang buka puasa ini memang kerap membuat penonton kagum sekaligus haru. Kagum, karena dai-dai belia ini dengan lancar menyampaikan materi dakwah dengan gaya lugas, bernas, dan terkadang diselingi humor-humor segar. Mereka juga fasih mengutip ayat-ayat Al-Quran. Haru karena pesan-pesan mulia itu justru disampaikan oleh seorang bocah.

Dai-dai cilik ini setiap hari rutin tampil mengisi kultum menjelang bedug Maghrib. Dan di akhir pekan (Sabtu dan Minggu pukul 16.00) mereka tampil live. Dari acara inilah ada dua dai yang dieliminasi. Meski ada juri, polling SMS tetap yang menentukan mereka apakah bisa bertahan atau tereliminasi.

Dari 11 peserta akan terpilih 3 juara pada grand final 12 dan 13 November nanti. Juara pertama akan mendapat hadiah Rp 25 juta dan paket ibadah umrah. Juara kedua menggondol uang Rp 15 juta dan tropi serta juara ketiga uang sebesar Rp 10 juta berikut tropi. Juara favorit mendapatkan uang Rp 5 juta dan tropi.

KLIK - Detail Untuk mengumpulkan dai-dai cilik berbakat ini pihak Lativi harus mengadakan audisi di berbagai daerah Semarang, Bandung, Surabaya, dan Jakarta. "Dengan cara itu kami tahu persis kemampuan mereka berdakwah," jelas Malikye P. Bilondatu, produser Pildacil.

Upaya Malikye dan tim Pildacil keliling daerah tak sia-sia. Baru dua minggu tayang, acara ini mendapat respons penonton yang luar biasa. "Karena respons baik ini, tahun depan kami akan mengulang."

Saat menyaksikan tayangan ini, penonton memang kadang terlihat kagum bercampur haru atas kemampuan mereka. Lalu bagaimana, sih, persiapan mereka agar bisa tampil prima? Saat NOVA menyambangi syuting Pildacil, Sabtu, 15 Oktober lalu, beragam persiapan dilakukan para pendakwah cilik ini.

Banyak yang kelihatan tegang tatkala menunggu giliran. Tapi sebagian terlihat santai bahkan mengisi waktu dengan berbincang-bincang dengan temannya. Yang terlihat sangat tegang adalah Rajib Faizul Hak (8). "Takut nanti teksnya lupa semua. Tapi alhamdulillah walaupun selalu tegang, ketika di panggung semuanya berjalan lancar," ujar Rajib yang sudah belajar berdakwah sejak berumur 4 tahun. "Saya ingin seperti Ustaz Jeffry Al Buchori," imbuhnya polos.

Teman Rajib, Muhammad Firdaus (16) ternyata juga mengidolakan Jeffry Al Buchori. "Walaupun nge-fans dengan beliau, saya ingin mempunyai ciri khas sendiri. Saya ingin menjadi diri saya sendiri," ujar Firdaus yang belajar dakwah dari orang tua dan guru di pesantren. Sementara untuk materi yang dibawakan di Pildacil berasal dari ustaz yang membimbingnya selama di karantina. "Saya ikut acara ini agar orang tua bangga."

Tak hanya Rajib, Ilham yang banyak dijagokan, hari itu juga tampak tegang. Bukan karena materinya tak siap, tetapi hari itu ia tak didampingi sang ibu. "Kalau ada ibu, ketegangan itu langsung hilang. Langsung percaya diri," jelas Ilham yang langsung tersenyum saat ibunya datang. "Rupanya beliau terjebak macet."
KLIK - Detail
Sementara Imas, dara berkerudung merah jambu terlihat mempunyai pembawaan yang tenang dan selalu berusaha berkonsentrasi. "Sebagai dai, aku ingin mempunyai karakter yang beda dengan dai yang lain. Dari kelas 2 SD aku sudah mulai suka dengan cerita-cerita nabi. Untuk menghafalkan materi bukan masalah besar, karena aku punya cara sendiri. Cukup dengan membaca tiga kali, aku pasti langsung hafal. Yang paling penting adalah pembawaan di panggung harus bisa menarik. Untuk itu, isi materi adalah yang paling utama," tutur Imas yang sudah sering berceramah ke kampung-kampung ini.

Mempunyai karakter tersendiri, itu juga dilakoni Ali Musa Daud. Ciri khas Ali selalu menyelipkan kalimat dalam bahasa sunda yang membuat para penonton terhibur. " Ayahku dulunya seorang dai. Sekarang, sih, sudah pensiun. Dulu saya selalu bilang, kalau bapak capek pidato biar saya saja yang menggantikan. Makanya sejak umur 5 tahun aku sudah diajarkan dengan mempelajari berbagai ayat Alquran. Jadi untuk pembuatan materi, selalu bapak yang membuat. Untuk menghafal materinya aku paling senang berlatih dengan bapak, karena tidak membuat saya tegang," ceritanya dalam logat sunda yang kental.

Sore itu, Raisha harus tereliminasi. Tidak terpancar raut kesedihan. "Aku ikut Pildacil karena ingin mencari pengalaman. Sebelumnya aku belum pernah berdakwah. Enggak apa-apa tereliminasi karena aku sudah kangen masakan Mama, seperti nasi goreng dan semur kentang. Semua teman-teman senang sekali dengan masakan Mama. Kalau dibilang sedih, pasti sedih, karena aku tidak bisa main ledek-ledekan lagi dengan teman-teman," tuturnya sambil tersenyum.

2 komentar: